Sabtu, 24 November 2012

SERULING LANGIT



"Prahara sengit di bukit kabut antara Pendekar Tengkorak Ungu dengan Pendekar Tangan Besi semakin cepat dan galak. Sesekali pendekar Tengkorak Ungu mengeluarkan asap-asap berwarna ungu dari sebuah tengkorak yang berada di tangan kirinya, sementara tangan kanannya membias warna pekat kehitaman menandakan bahwa jurus pukulannya ini menggunakan jurus beracun tingkat tinggi. Sementara di kubu lawannya, Pendekar Tangan Besi yang tidak lain adalah Guru dari Mahendra Bijak tampak tertegun dan tidak memperdulikan keadaan lawannya yang telah mengeluarkan jurus-2 beracun...."

Di kejauhan, di sebuah bukit curam dua orang pemuda melesat bagai anak panah yang menembus waktu dan ruang, melesat tanpa memperdulikan semak-semak berduri yang melukai baju dan kulitnya, seolah-olah semak-semak berduri bagai anai-anai yg menyentuh kulit mereka dengan sangat halus. Lari mereka menggunakan tenaga dalam cukup tinggi, walau terlihat seolah berlari tapi hanya sesekali saja kaki-kaki mereka menyentuh bumi. sepuluh atau belasan langkah berlari kaki-kaki mereka baru menyentuh tanah. Tapi tanah-tanah yang di pijak oleh aliran tenaga dalam cukup hebat tidak membuat tanah itu bergetar atau menimbulkan bekas berlubang, berarti jurus langkah seribu ini adalah jurus meringankan tubuh yang sangat lihai.

Sesekali dari sela-sela bibir mereka  terlihat senyum dan tawa yang melekat entah perasaan apa yang mereka simpan dari balik senyum mereka, tapi jelas lah bahwa tingkat tenaga dalam mereka cukup seimbang. Salah satu pemuda menggunakan pakaian berwarna hitam di lapisi pakaian dalam tipis berwarna merah, wajahnya  terlihat sangat  pucat dan keputihan, sementara kawannya yang di sebelahnya menggunakan pakaian berwarna merah berlapis kuning-hitam dengan sebuah ikat tipis di kepalanya yang menjaga rambutnya gondrong agara tidak berantakkan, siapakah kedua pemuda ini. Seorang pemuda yang mengenakan pakaian berwarna hitam di kenal di dunia persilatan sebagai Pendekar Gila Tawa, karena setiap ajian atau jurus-2 yang di keluarkan harus di sertai tawa yang mengguncang prahara.

Sementara kawannya di kenal dengan Nama Pendekar Giok Naga pendekar yang satu ini memiliki dua senjata andalan yang sangat berbahaya, konon salah satu senjatanya yang berbentuk seruling terbuat dari batu hijau dari darah Naga Hijau yang telah mati akibat membunuh para dewa dan iblis yang telah mengganggu tapanya, darah antara iblis, Dewa dan Darah naga menggumpal menjadi satu dan membentuk gumpalan-2 yang memanjang yang akhirnya oleh seorang Resi maha sakti sebuah batu itu di sulap menjadi sebuah seruling. Konon senjata inilah yang menjadi incaran para Dewa dan para penganut aliran hitam untuk menjadi penguasa dunia persilatan. Bukan itu saja bahkan siluman atau para lelembut sangat menginginkan benda sakti ini berada di tangan mereka untuk membasmi para manusia di bumi.

Sunggu sangat beruntung Panji Satria, atau si berjuluk Pendekar Elang Dewa si pemilik seruling Giok Naga memiliki senjata sakti ini, Panji Satria tidak serta merta dengan muda mendapatkan senjata sakti ini, walaupun berbentuk sebuah seruling senjata ini dalam keadaan mendesak bisa berubah menjadi sebuah Pedang berwarna hijau pekat yang dapat menebas kesaktian apapun, senjata ini telah teruji dalam kisah sebelumnya yang berjudul "Tumbal Sakti tujuh Purnama"  dimana seorang Dewa dari khayangan turun kebumi untuk menumpas segala kejahatan, pernah merasa congkak dan merasa sombong untuk  menjadi manusia paling sakti dan paling benar, beberapa puluh tahun menjadi manusia, Dewa tersebut akhirnya kehilangan rasa nuraninya sebagai dewa malah berganti menjadi nafsu dan ambisi membara. Sehingga pikirannya telah berubah seratus delapan puluh derajat..."

Padahal Dewa tertinggi di khayangan telah menganugrahinya sebuah senjata  Maha Sakti berbentuk Trisula, yang konon mampu membangkitkan kesaktian tenaga dalam si pemiliknya menjadi berkali2-lipat. Sebuah senjata biasa bila di sentuh oleh benda berbentuk trisula ini akan menjadi benda yang sangat berbahaya dan menjadi benda sakti mandraguna, selama senjata sakti ini menyatu pada tubuh pemiliknya, maka si pemilik senjata ini akan memiliki tenaga dalam beratus-ratus kali lipat sehingga pukulan yang biasa-biasa saja bisa menjadi pukulan pembawa kematian. Di ujung maut Panji Satria dan Pendekar Gila Tawa tak mampu berbuat banyak, senjata sakti milik Panji Satria berbentuk  Seruling Giok Naga telah lepas jatuh ketanah.

Entah dengan tiba-tiba saja Panji Satria menyebut rapalan terlarang dari mulutnya, tiba-tiba saja Seruling Giok yang berada sangat jauh dari tangannya melesat terbang menyambar tangannya yang telah terbuka, sebuah cahaya kehijauan menyeliputi tubuh Panji Satria di sertai kepulan asap-asap hijau yang menyelimuti sekitar kawasan telaga Siluman. Pendekar Gila Tawa tak mampu membuka matanya dengan jelas karena cahaya kehijauan yang di pantulkan dari tubuh kawannya sangat menusuk matanya. Bukan itu saja di kubu lawannya pun demikian, cahaya kehijauan itu telah membuat dirinya terpukul beberapa meter kebelakang.

Sebuah pemandangan menjadi ganjil, Panji Satria kini telah berubah Menjadi Satria langit, Bajunya yang berwarna putih kini menjadi sebuah pakaian berbentuk Jirah,  Panglima  Langit dengan sebuah jirah di tubuhnya, inilah julukan baru dari kesaktian Seruling Giok Naga. Pakain itu berwarna hijau di sertai kumpulan cahaya redup redam yang menjadi aura di sekitar tubuhnya, seruling sakti itu kini telah menjadi dua bilah Pedang Berwarna hijau. Bahkan mata Elang dewa yang berwarna hitam telah berganti menjadi kehijauan. Rupanya Seruling sakti ini memiliki kekuatan magis yang luar biasa. 

................................................................................................................................. 
Kembali kecerita sebelumnya, Pendekar Tengkorak Ungu dengan Pendekar Tangan besi masih bertarung di atas bukit dengan sangat hebat, sementara Elang Dewa dan Pendekar Gila Tawa memburu mereka keatas bukit, tiba-tiba saja mereka di kejutkan dengan keberadaan orang di atas sebuah batu besar di hadapan mereka, siapakah tokoh yang menghalangi mereka untuk menuju keatas bukit....

Seorang lelaki tua bertubuh kurus kering bercaping bambu mengeryitkan alisnya lalu menatap langit 
"Aku melihat darah membasahi bumi...!" Gumannya menyeringai kepada dua pendekar muda
"Hujan darah di langit adalah hujan keruntuhan dewa-dewa yang berbuat kerusakan. Makhluk di bumi tidak perlu takut akan bencana yang ditimbulkan olehnya." Guman seorang penekar bernama Panji Satria
"Engkau mengerti maksudku anak muda, namun sebagai orang tua aku perlu meluruskan tangan untuk menyingkap amarahku. Sekalipun para dewata membenci perbuatanku namun aku harus membayarkan kematian Sora Menggala yang telah kau bunuh satu tahun silam."
"Orang Tua mengapa engkau harus menjadikan aib bagi dirimu sendiri untuk menutupi malu oleh perbuatan tercela muridmu." Guman Pendekar Gila Tawa Alias Jaka Kelana

"Sepatutnya aku menjadi seorang dewata di nirwana sana namun hingga detik ini Para dewata enggan mengangatku menjadi abdi, penantian dan perenunganku sudah mencapai titik kesirnaan. Aku telah membuang semua kemauan duniawi untuk menyakiti manusia namun mendengar kematian murid terbaikku yang mati di tangan kalian, semua impianku telah kubuang jauh-jauh."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar